FOTOTERAPI PADA VITILIGO
Vitiligo merupakan kelainan pigmentasi kulit yang ditandai dengan tidak adanya sel pigmentasi pada epidermis sehingga mengakibatkan terbentuknya makula dan bercak putih pada tubuh. Hal ini sering dikaitkan dengan berbagai kelainan autoimun, meskipun etiologi vitiligo masih belum diketahui, beberapa teori berupaya menjelaskan patogenesisnya. Salah satu faktor utama dalam patofisiologi vitiligo adalah stres oksidatif. Sel-sel epidermis, termasuk melanosit, tahan terhadap paparan terus-menerus terhadap pemicu stres lingkungan seperti radiasi UV dan beragam bahan kimia, sehingga menghasilkan peningkatan reactive oxygen species (ROS). Meskipun melanosit yang sehat mampu melawan pemicu stres ini, melanosit yang berasal dari penderita vitiligo tampak lebih rentan. Vitiligo diyakini berdampak pada 0,5%-2% populasi global. Meskipun vitiligo sering kali diabaikan sebagai masalah kosmetik, penyakit ini dapat menimbulkan dampak mental yang besar dan sangat mengganggu kehidupan sehari-hari. Secara klinis, vitiligo ditandai dengan distribusi bintik putih yang simetris pada tubuh, terutama terlihat pada individu berkulit gelap. Lesi muncul sebagai makula dan bercak berwarna putih mutiara atau depigmentasi, menunjukkan berbagai bentuk (oval, bulat, atau linier) dengan batas cembung. Ukurannya berkisar dari milimeter hingga sentimeter, dan mengembang secara sentrifugal. Lesi awal cenderung muncul pada tangan, lengan bawah, kaki, dan wajah, seringkali menunjukkan distribusi periokular atau perioral.
Ada berbagai intervensi yang tersedia untuk mengobati vitiligo, dan salah satunya adalah fototerapi. Fototerapi muncul sebagai modalitas terapeutik yang penting dalam dermatologi, yang memberikan pengaruh besar pada pengelolaan beragam kelainan kulit. Pendekatan terapeutik ini melibatkan penyampaian radiasi non-ionisasi secara tepat ke kulit, khususnya menargetkan bagian ultraviolet dari spektrum elektromagnetik. Fototerapi menggunakan cahaya ultraviolet dengan gelombang tertentu, diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu broadband UVB (BBUVB), narrowband UVB (NBUVB), serta psoralen kombinasi dengan UVA (PUVA). Berdasarkan panjang gelombang, sinar ultraviolet (UV) terdiri dari 3 kelompok yaitu ultraviolet A (UVA) 320-400 nm, ultraviolet B (UVB) 290-320 nm, dan ultraviolet C (UVC) 200-290 nm. Saat mencapai permukaan kulit, sinar ultraviolet dapat mengalami beberapa proses yaitu dipantulkan, dihamburkan, masuk ke dalam lapisan kulit, dan diabsorpsi. Sinar UV diabsorpsi oleh kromofor dapat menghasilkan efek fotobiologik.
Dalam dermatologi, fototerapi adalah pendekatan terapeutik yang efektif yang memiliki dampak signifikan terhadap pengelolaan berbagai kondisi kulit. Ini adalah radiasi non-ionisasi yang bertujuan diterapkan pada kulit untuk berbagai penyakit kulit, terutama menggunakan bagian ultraviolet dari spektrum elektromagnetik. Mekanisme kerja fototerapi yaitu menurunkan proliferasi epidermis, menekan sistem imun, mengurangi proses inflamasi, dan repigmentasi. Dosis fototerapi harus disesuaikan berdasarkan tipe kulit dan minimal eryhtema dose (MED) pada awal terapi. Frekuensi terapi ditentukan berdasarkan berat-ringan penyakit, dan dilakukan secara kontinu.
Penggunaan NB-UVB lebih baik daripada PUVA karena sejumlah alasan, termasuk repigmentasi yang lebih baik dan kecocokan warna yang lebih mirip kulit. PUVA memiliki efek fototoksik, mual, risiko keganasan kulit, dan tidak dapat diterapkan pada pasien anak atau perempuan hamil karena penggunaan psoralen. Namun, PUVA masih digunakan untuk kasus vitiligo dengan kondisi khusus yang membutuhkan penetrasi UVA lebih dalam. Sejak tahun 1997, NBUVB dilaporkan efektif dalam pengobatan vitiligo dengan efek samping lebih minimal, sehingga hingga saat ini NBUVB merupakan terapi standar untuk vitiligo generalisata. Dengan mengurangi jumlah radiasi UV yang tidak perlu, metode ini secara signifikan menurunkan risiko luka bakar parah atau paparan rentang UV yang berbahaya.
Di bagian poli kulit dan kelamin RS Mangusada saat ini telah memiliki alat fototerapi laser excimer yang merupakan pilihan fototerapi UVB yang baru dan dosis UV yang rendah dibandingkan fototerapi standar yang lainnya dengan resiko terjadinya karsinogenesis yang rendah. Laser excimer berasal dari excited dimer yang terdiri dari gas noble dan halide yang mempunyai aksi pada beberapa penyakit kulit.
Keuntungan laser excimer antara lain memancarkan dosis UV yang rendah, lama terapi yang pendek, dapat digunakan pada daerah yang sulit dijangkau secara anatomis serta kulit normal di sekitar lesi terlindung dari radiasi. Laser ini mempunyai intensitas radiasi yang tinggi hanya pada lesi dan dapat menjangkau daerah yang sulit seperti lipatan kulit dan membran mukosa. Penelitian lain juga menunjukkan daerah yang sensitif terhadap UV (wajah, leher, punggung dan lengan) mempunyai respon yang lebih baik dibandingkan daerah yang resisten terhadap UV (lutut, siku pergelangan tangan, pergelangan kaki dan kaki). Semua daerah yang sensitif mempunyai respon yang baik terhadap laser excimer, sementara daerah yang resisten (lutut, siku dan pergelangan tangan) mempunyai respon terapi lebih baik dibandingakan tangan, pergelangan kaki dan kaki. Tujuan fototerapi pada vitiligo yaitu repigmentasi kulit, pada beberapa penelitian mengatakan frekuensi terapi optimal 2-3x/pekan untuk NBUVB pada vitiligo. Repigmentasi ditentukan dari jumlah sesi terapi. Dosis yang diberikan bergantung pada letak lesi dan tipe kulit.
Author :
dr. Putu Ayu Gadis Laksmitha Ksata Yadnya
dr. Tjokorda Istri Amrita Rosvanti, Sp.KK
dr. Anak Agung Ari Agung Kayika Silayukti, Sp.KK
dr. Anak Agung Istri Saraswati Dewi, Sp.KK
Reference :