DIFTERI
Oleh: dr. A. A. Ayu Windi Antari, Sp.A
Difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheria. Kuman ini sangat mudah menular dan berbahaya karena dapat menyebabkan kematian. Kuman Corynebacterium diphtheria mampu menghasilkan racun yang merusak sel baik secara lokal maupun menyeluruh. Bercak atau selaput putih kotor di dalam rongga mulut menjadi salah satu petanda adanya kerusakan sel di tingkat lokal. Racun difteri sering menyebar menyerang jantung dan akhirnya menyebabkan kematian bila merusak sel secara menyeluruh.
Penularan utama penyakit difteri adalah melalui percikan cairan atau ludah (droplet). Penularan difteri dapat terjadi tidak hanya dari penderita saja, namun juga dari karier (pembawa) baik anak maupun dewasa yang tampak sehat kepada orang-orang di sekitarnya. Karena menular, pada setiap kasus difteri selalu dilakukan penelusuran orang terdekat di lingkungan penderita. Kelompok yang dievaluasi adalah orang serumah, teman sekelas, rekan sekantor, teman sepermainan, dan sebagainya. Kepada mereka ini dapat diberikan upaya pencegahan, imunisasi, serta pemeriksaan hapusan dari hidung dan tenggorok.
Sebelum vaksin ditemukan, difteri merupakan penyakit yang mengerikan karena menyebabkan ribuan kematian dan mewabah di daerah-daerah dunia yang belum berkembang. Orang yang selamat dari penyakit ini menderita kelumpuhan otot-otot tertentu dan kerusakan permanen pada jantung dan ginjal. Anak-anak yang berumur satu sampai sepuluh tahun sangat peka terhadap penyakit ini.Situasi tersebut menjadi banyak berubah sejak vaksin ditemukan. Difteri menjadi dapat dicegah dengan melakukan imunisasi. Vaksin difteri adalah salah satu vaksin tertua yang masih digunakan hingga saat ini. Kemampuan vaksin ini sangat baik. Vaksin tidak cukup diberikan hanya 3 kali. Sedikitnya seseorang harus menerima 6-7 kali vaksin difteri dalam hidupnya.
Difteri merupakan penyakit yang paling banyak menyerang saluran pernapasan tetapi juga bisa menyerang kulit, mata dan genitalia. Gejala-gejala terinfeksi difteri biasanya muncul setelah 2-4 hari terinfeksi kuman. Infeksi difteri pada saluran pernapasan dapat menimbulkan suara serak, demam tinggi, sakit kepala, mual, muntah, gelisah, hidung berair, nyeri menelan, leher bengkak, suara napas mengorok dan sesak napas berat akibat tertutupnya jalan pernapasan oleh selaput keabuan di dinding belakang tenggorokan. Gejala infeksi memang sulit dilihat dengan kasat mata, maka diperlukan pemeriksaan dokter untuk mengetahuinya.
Dalam beberapa pekan terakhir ini, beberapa daerah di Indonesia dilaporkan mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit difteri. Difteri yang tadinya sudah tidak pernah ada, tiba-tiba dilaporkan terjadi lagi di Indonesia. Menyikapi beberapa fakta mengenai penyakit difteri yang semakin banyak terjadi maka sangat disarankan kepada masyarakat terutama orangtua untuk selalu memperbaharui status imunisasi anaknya. Orangtua diharapkan memeriksa data imunisasi anak secara berkala agar imunisasi diberikan sesuai dengan jadwalnya dan melengkapi bila ada imunisasi yang terlambat diberikan. Bila berada diantara kerumunan banyak orang, sebaiknya menggunakan masker untuk mengurangi kemungkinan penularan di tempat umum. Secara fisik, orang yang membawa bakteri difteri di tubuhnya tidak akan dapat dibedakan dengan mereka yang sehat. Oleh karena itu kewaspadaan perlu lebih ditingkatkan.
Walaupun kasus difteri ini telah mewabah, masyarakat sebaiknya tetap tenang dan tidak perlu panik agar penanggulangan kasus difteri ini menjadi lebih terarah. Hal terbijak yang dapat dilakukan adalah mengikuti saran petugas kesehatan dalam melakukan upaya pencegahan yaitu salah satunya memeriksakan secara dini bila anak sakit. Apabila anak memang sedang terjangkit penyakit, segera mengupayakan pengobatan dan setepat mungkin sesuai petunjuk dokter. Apabila ada anggota keluarga yang sakit, seluruh anggota keluarga dan semua orang yang tinggal di rumah yang sama perlu ditelusuri. Penelusuran mencakup pemeriksaan hidung tenggorok, pemberian obat pencegahan, dan melengkapi imunisasi. Kegiatan ini dilakukan terkoordinir oleh petugas dinas kesehatan setempat.
Dalam upaya mengatasi KLB difteri ini maka dibuatlah Outbreak Response Immunization (ORI) yaitu suatu upaya untuk menciptakan kekebalan komunitas agar masyarakat terhindar dari
penyakit difteri. Syarat tercapainya kekebalan komunitas adalah cakupan imunisasi di suatu daerah harus tinggi terus menerus. Untuk memenuhi syarat kekebalan komunitas ini, seharusnya pelaksanaan imunisasi selalu ditargetkan 100%. Sasaran ORI adalah seluruh anak berusia di bawah 19 tahun. Semua anak berusia di bawah 19 tahun akan menjalani 3 kali imunisasi, pada bulan ke-0, 1, dan 6. Semua sasaran tidak lagi dipengaruhi oleh status imunisasi sebelumnya. ORI hanya dilakukan di daerah tertentu sesuai ketentuan pemerintah. Daerah di luar ORI tidak melakukan kegiatan ini. Mereka yang tinggal di luar daerah ORI namun berkeinginan mendapatkan imunisasi seperti ORI dapat menghubungi puskesmas atau rumah sakit terdekat. Mereka yang tidak berasal dari daerah ORI namun mengunjungi daerah ORI juga boleh mendapat imunisasi.
Masyarakat harus mengetahui dan memahami bahwa KLB difteri harus segera diatasi secara terencana. Upaya pencegahan harus dilakukan bersama-sama dengan tindakan deteksi dini kasus, pengobatan kasus, rujukan ke rumah sakit, mencegah penularan, dan memberantas karier. Edukasi mengenai imunisasi seyogyanya diberikan oleh setiap petugas kesehatan pada setiap kesempatan bertemu orang tua pasien. Program imunisasi harus digalakkan karena sudah terbukti manfaatnya. Sangat dihimbau kepada semua pihak untuk mendukung pelaksanaan imunisasi serta menghentikan aktivitas anti vaksin. Pelaksanaan imunisasi ini bersifat wajib, diatur di dalam Undang-undang Kesehatan, Undang-undang Perlindungan Anak, dan Permenkes.